Thursday, 19 April 2012

Akuntansi Untuk Inventory (Persediaan)

Rinella Putri
Assistant Executive Editor
(management – finance) – Salah satu item yang nilainya terbesar dalam aset lancar perusahaan adalah Inventory (Persediaan). Sehingga, inventory menjadi salah satu bagian terpenting dari sebuah neraca. Oleh karena itu, bagi pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, analisa terhadap inventory menjadi hal yang krusial.

Inventory atau Persediaan adalah aset berupa barang maupun bahan baku, yang ditujukan untuk dijual, sedang dalam proses produksi, atau akan digunakan untuk proses produksi.

Dalam melakukan penilaian terhadap biaya inventory, terdapat tiga metode yang umum digunakan, yakni sebagai berikut.

FIFO – First In First Out. Dalam metode ini, barang yang pertama kali dibeli (persediaan lama) adalah yang pertama kali dijual. Keuntungan menggunakan FIFO adalah pada ending inventory tercatat harga yang terbaru, sehingga lebih menggambarkan kondisi sebenarnya.

LIFO – Last In First Out. Sebaliknya dari FIFO, dalam metode ini barang yang terakhir kali dibeli justru yang pertama kali dijual. Keuntungan menggunakan LIFO adalah pada income statement dari tax saving, karena harga yang digunakan adalah harga lama, maka laba (profit margin) jadi lebih rendah, sehingga pajak pun jadi lebih rendah.

Weighted Average, yakni metode yang nilainya berada di tengah antara FIFO dan LIFO, dan perhitungannya lebih sederhana. Metode yang digunakan adalah weighted average dari seluruh unit yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu, dan menggunakan biaya rata-rata untuk menentukan nilai dari COGS dan ending inventory.

Implikasi Metode Perhitungan Biaya
Metode perhitungan biaya ini punya implikasi yang sangat penting dalam hal analisa. Ketika kondisi harga stabil, maka perhitungan dengan ketiga metode ini akan menghasilkan angka yang sama. Namun, jika harga dalam kondisi menguat atau melemah, maka ini akan menimbulkan perbedaan angka yang signifikan, sehingga kemudian berpengaruh pada rasio finansial perusahaan.

Berikut ini adalah perbedaan pengaruh LIFO dan FIFO, dengan asumsi harga terus meningkat (inflasi).

Neraca. Pada ending inventory di neraca, FIFO lebih menunjukkan gambaran yang sebenarnya, karena harga yang tertinggal adalah harga yang baru. Sementara itu, LIFO agak kurang relevan karena harga pada ending inventory adalah harga lama, sehingga understated terhadap nilai ekonominya yang sekarang. Sehingga, untuk keperluan analisa, misalnya membandingkan dua perusahaan, maka LIFO dikonversi menjadi FIFO. Ending inventory: FIFO lebih tinggi dari LIFO

Laporan Laba Rugi. Cost of Goods Sold (COGS)pada LIFO lebih tinggi dibandingkan FIFO, karena harga pada COGS merupakan harga terbaru. Implikasinya, maka net income pada LIFO lebih rendah, sehingga mengakibatkan pajak juga lebih rendah. Sehingga, penggunaan metode LIFO ini menjanjikan adanya tax saving dalam masa inflasi. COGS LIFO lebih tinggi, net income lebih rendah, pajak lebih rendah, dibandingkan dengan FIFO.

Laporan Arus Kas. Pajak pada LIFO lebih rendah, sehingga karena pajak yang harus dibayar (taxes payable) lebih rendah, maka arus kas operasi (CFO) pada LIFO lebih tinggi. Cash Flow LIFO lebih tinggi dari FIFO.

Rasio Finansial. Perbedaan metode FIFO dan LIFO juga mempengaruhi rasio-rasio finansial yang penting, antara lain sebagai berikut.

Rasio profitabilitas: COGS yang lebih tinggi pada LIFO mengakibatkan rasio profitabilitas seperti Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, hingga Net Profit Margin lebih rendah dibandingkan dengan LIFO.

Rasio likuiditas. FIFO punya rasio likuiditas lebih tinggi, karena ending inventory yang nilainya lebih tinggi. Rasio likuiditas ini diantaranya current ratio dan working capital

Rasio aktivitas operasi. Rasio yang mencerminkan aktivitas operasi akan lebih tinggi pada LIFO, karena pada LIFO yang tertinggal di ending inventory adalah harga yang lama, sehingga denominator lebih besar. Rasio ini misalnya Inventory Turnover dan Total Assets Turnover.

Valuasi Inventory
US GAAP mengakui ketiga metode dalam melakukan penghitungan biaya inventory, Sementara itu, IFRS tidak memperkenankan penggunaan LIFO. Indonesia, sebelumnya memperkenankan penggunaan ketiganya, namun sekarang berdasarkan PSAK 14 (revisi 2008) hanya FIFO dan weighed average yang diperkenankan.

Berdasarkan IFRS, metode yang digunakan adalah lower of cost or net realizable value. Net realizable value adalah selling price dikurangi dengan cost of completion/disposal. Sementara menurut GAAP, metode yang digunakan adalah lower of cost or market. Ini supaya pencatatan inventory lebih konservatif.

Dengan adanya perbedaan dalam menghitung inventory, maka analisa terkait dengan inventory, terutama ketika membandingkan dengan perusahaan lain, harus terlebih dulu melakukan penyesuaian akan perbedaan metode ini.

Sumber: Rinella Putri/RP/mgf